News
Loading...

Ini Lima Kesalahan Orangtua Dalam Mendidik Anak


Saat pasangan suami istri resmi mempunyai anak, di situlah gelar sebagai ayah dan ibu tersematkan. Banyak pasangan suami istri yang mendamba kelahiran seorang anak, namun tak banyak yang benar-benar siap mempunyai anak. Anak bukan sekadar alat regenerasi manusia, buah cinta satu malam, namun anak adalah karunia Tuhan yang sangat mulia sekaligus paling rentan. Anak seperti emas hitam. Jika mampu mengolahnya, ia akan menjadi harta paling berharga, dan sebaliknya. Jika gagal mengelolanya, dia adalah peledak paling dahsyat yang mampu meruntuhkan segalanya.

Orang tua yang mendamba hadirnya anak, harus siap pula mempertanggungjawabkan anak yang lahir sebagai mungkin. Banyak hal yang harus dipersiapkan orang tua. Mulai dari kondisi ekonomi, waktu, pikiran, dan kasih sayang haruslah ada dan disiapkan orang tua.

Jika belum siap segalanya, maka yang hadir adalah kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak. Kesalahan tersebut berdampak bagi tumbuhkembang anak secara kognitif, psikologis, dan fisik.

Berikut lima kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang diungkapkan piskolog keluarga, Efnie Indrianie, M. Psi yang dikutip dari laman viva.

Membanding-banding anak

Tanpa disadari, kebiasaan membanding-bandingkan anak dengan anak yang akan berdampak buruk pada psikologis anak. Anak yang menjadi alat banding-membanding akan cenderung mengalami penurunan percaya diri. Percaya diri yang menurun akan menyebabkan anak tersebut kurang dalam mampu menjalin hubungan sosial atau enggan tampil menunjukkan bakatnya.

Apresiasi keberhasilan dan usaha anak

Sebagai orang tua, kadang kita tanpa sadar menuntut anak untuk lebih dari sekarang. Semisal saja, nilai rata-rata kelas anak di sekolah itu 75. Anak berhasil mendapat nilai 80, orang tua justru mengatakan mengapa Cuma 80? Kenapa tidak 100?

Apresiasi yang kurang terhadap apa yang sudah diraih anak akan membuatnya minder dan enggan berusaha lebih lagi. Hal ini juga akan membentuk konsep pola pikir anak bahwa usaha yang telah dilakukannya tidak dihargai atau sia-sia. Sebagai orang tua, apresiasi kebanggaan bagi anak sangat penting karena anak merasa dihargai dan diakui usahanya.

Tidak menghabiskan waktu bersama anak

Orang tua karir tentunya sangat sibuk dengan pekerjaannya. Hal ini akhirnya memicu kurang intensitasnya hubungan dengan orang tua dan anak. Beban karir pun menjadi salah satu pemicu stress dan bad mood di mana ujung-ujung anak yang menuntut kasih sayang justru menjadi tempat luapan emosi orang tua.

Quality time bersama keluarga sangat penting. Ini berhubungan langsung dengan diakuinya keberadaan anak oleh orang tua. Bagi orang tua karir, waktu berkualitas bersama anak bisa dilakukan secara rutin, seminggu sekali misalnya.

Bertengkar dengan pasangan di depan anak

Pada dasarnya anak belajar dari memodel lingkungan sekitar. Segala hal yang terhampar di hadapan mata anak adalah hal yang istimewa. Makanya jangan heran, jika ada seorang anak yang meniru kata-kata bapak atau ibundanya.

Hingga memasuki usia rasional, anak akan tetap belajar dari konsep memodel lingkungan. Hal itulah yang kurang diperhatikan orang tua. Anak belum bisa memetakan mana yang baik dan buruk, mana yang pantas ia tiru atau buang. Kurang perhatiannya orang tua terhadap cara belajar anak, membuat mereka tanpa sungkan bertengkar di depan anak mereka. Hal ini sangat tidak baik bagi pertumbuhan psikologi anak. Ada kecenderungan anak akan meniru dan anak akan trauma dengan orang tuanya yang berteriak keras-keras. Jika itu terjadi, hubungan anak dan orang tua akan menjadi renggang.

Menerapkan konsep materi kepada anak

Anak adalah tingkatan usia manusia yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Ia belum bisa sepenuhnya mandiri seperti layaknya orang dewasa. Anak juga belum mampu mencapai level pemikiran rasional seperti orang dewasa. Banyak anak secara polosnya bertanya, mengapa ayah atau ibu sibuk bekerja. Sering kita sebagai orang tua menjawab bahwa kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita. tanpa kerja kita tidak bisa hidup, atau jawaban lainnya. Hal ini akan menjadikan pola pikir anak berorientasi semua pada uang.

Pada dasarnya, anak adalah titipan. Ia seperti batu dan orang tua adalah pemahatnya. Semakin banyak waktu, pikiran, dan perhatian dicurahkan pada pemahatan batu tersebut, hasilnya akan menjadi patung yang punya nilai estetis tinggi dan sangat berharga. Begitu pula yang akan terjadi sebaliknya, tanpa perhatian, curahan waktu dan pikiran, batu itu akan tetap menjadi batu, bahkan akan hancur.


Sumber gambar : www.kesekolah.com


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Post a Comment