Pada masa sekarang, banyak anak-anak yang
berada dalam kehidupan mewah yang jauh dari kesulitan. Seringnya di daerah
perkotaan, anak yang berasal dari keluarga menengah atas akan dimanja. Fenomena
gawai (gadget) yang telah menjadi bagian hidup dari anak-anak kecil dan peran
penuh orang tua atau asisten rumah tangga membuat anak kurang aktif dan minim
keterlibatan langsung dengan kehidupan dan masalah.
Anak yang berusia 7-12 tahun membutuhkan
pembelajaran berbasis pengalaman dalam perkembangan mereka. Pembelajaran berbasis
pengalaman (experiental learning) memberikan ruang bagi anak untuk terlibat
langsung dengan berbagai konflik diri dan pengalaman kehidupan. Hal ini sangat
baik bagi tumbuh kembang kognitif dan psikologis anak.
(Baca : Stop Kecanduan Anak Pada Gadget Dengan "I Message")
(Baca : Stop Kecanduan Anak Pada Gadget Dengan "I Message")
Menurut psikolog Hilman Al Madani, orang tua
sering kali mengambil alih kesempatan anak untuk belajar. “Misalnya anak tidak
diberikan waktu untuk melakukan resolusi konflik oleh diri mereka sendiri.
tidak hanya itu, aktivitas mereka kebanyakan dibantu oleh asisten rumah tangga,”
ujarnya seperti yang dikutip dari laman Kompas.
Contoh saja, mengambil kesempatan anak untuk
belajar adalah seperti merapikan tempat tidur, menyiapkan makanannya sendiri,
berangkat ke sekolah sendiri, dan lain-lain. “Jika orang tua ingin menjaga agar
anak-anaknya supaya tidak terjadi hal tidak diinginkan, justru akan membuat
anak tidak bisa melakukan apa-apa,” kata psikolog dari Yayasan Kita dan Buah
Hati ini.
Jika dibiarkan hal ini berdampak pada
perkembangan kognitif dan psikologis. Kognitif anak bisa tumpul dan tidak mampu
mencari gagasan pemecahan masalah serta gagal dalam mengambil nilai dari
pengalaman pahit. Sedangkan secara psikologis, anak akan cenderung kurang
tangguh dan tidak siap menghadapi tantangan yang besar.
Metode experiental learning bertujuan agar anak
memiliki karakter yang tangguh, mandiri, hebat dan bersosialisasi bagus. Metode
ini membutuhkan kegiatan yang dapat menstimulasi daya pikir dan aktivitas fisik
mereka sehingga mendapatkan pengalaman yang nyata dialami oleh diri mereka
sendiri. contoh, anak-anak dituntut untuk membuang sampah pada tempatnya. Hal itu
kemudian dilakukan terus menerus, maka akan menjadi kebiasaan dan membentuk
kepribadian anak dalam menjaga lingkungan.
Hubungan orang tua dan anak haruslah dekat,
oleh sebab itu, hal-hal yang tidak penting seperti waktu bersama gadget tidak
perlu banyak diberikan kepada anak. Hal itu juga termasuk experiental learning
di mana anak dituntut untuk berinteraksi dengan orang lain. Membangun komunikasi
dengan orang-orang. Hal itu bisa membentuk keberanian anak serta rasa empati
pada lingkungan sekitar.
“Bayangkan bila mereka lebih banyak bergelut di
dunia gadget, ketika dimatikan lalu keluar (bertemu orang lain), malah tidak
ada temannya,” ujarnya.
Sumber gambar : www.spreibantal.com
0 comments :
Post a Comment